Peradaban Islam di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah
negara yang masyarakatnya sebagian besar beragama Islam, sehingga sudah
selayaknya menempatkan diri dalam membangun peradaban islam. Mau tidak mau
suatu peradaban tersebut akan terbentuk oleh umatnya.
Perkembangan Islam
yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perkembangan Islam di
belahan bumi lain. Membaca Islam yang di Indonesia rasanya cukup penting.
Sebab, dari hasil pembacaan itu kita sebagai umat islam dapat mengetahui akan
bagaimana perkembangan islam di indonesia setelah islam mengalami beberapa fase
perubahan dari waktu ke waktu.
Kalau kita mau
mengamati secara mendalam akan perkembangan islam di indonesia maka kita harus
mengamati mulai dari islam masuk, penyebaran, pengamalan, perkembangan, dan
kondisi yang sekarang kita alami di indonesia. Sebab, peristiwa sejarah
merupakan problematika yang meliputi dimensi waktu masa lampau, sekarang dan
masa yang akan dating.[1]
Dalam makalah ini kita
hanya membatasi pada keadaan islam di masa sekarang (kontemporer). Namun, tetap
akan dipaparkan alur sejarahnya secara singkat. Demi mengetahui
historisitasnya. Sebab, dalam perjalanannya islam di indonesia banyak sekali
mangalami akulturasi dan ikut berperan dalam perubahan keadaan Indonesia.
B. Pokok Bahasan
- Bagaimana Asal Usul Perkembangan Islam Pada Masa Modern dan Kontemporer?
- Bagaimana Perjuangan Umat Islam dalam Memperjuang Kemerdekaan Bangsa Indonesia
- Bagaimana perjalanan peta politik Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul dan Perkembangannya
Pembaharuan
dalam Islam atau gerakan modern dalam Islam merupakan jawaban yang ditujukan
terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya. Kemunduran progresif
Kerajaan Utsmani yang merupakan pemangku khilafah Islam, setelah abad ketujuh
belas, telah melahirkan kebangkitan Islam di kalangan warga Arab di pinggiran
imperium itu. Yang terpenting di antaranya adalah gerakan Wahabi, sebuah
gerakan reformis puritanis (Salafiah). Gerakan ini merupakan sarana yang
menyiapkan jembatan kea rah pembaruan Islam ke-20 yang lebih bersifat
intelektual.[2]
Katalisator
terkenal gerakan pembaruan in adalah Jamaluddin Al-Afgani (1897). Ia
mengajarkan solidaritas Pan Islam dan pertahanan terhadap imperialisme Eropa,
dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara ilmiah dimodernisasi.[3]
Gerakan
yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan
kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaruan pemikiran pendidikan
Islam di Minangkabau, yang disusul oleh pembaruan pendidikan yang dilakukan
oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan Islam semakin berkembang
membentuk organisasi-organisasi social semakin berkembang membentuk
organisasi-organisasi social keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di
Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulma di Majalengka. Jawa Barat
(1911), Muhammdiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung
(1920-an), Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti) di Candung Bukittinggi (1930) dan partai-partai politik,
seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan SDI, Persatuan Muslimin
Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan, dan
perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII)
pada tahun 1938.[4]
B. Perjuangan Kemerdekaan Umat
Islam
- Masa kolonial Belanda
Pada
dasarnya gerakan Islam bertujuan kepada tegaknya agama Islam di muka bumi agar
kedamaian dan kesejahteraan bagi umat Islam terwujud. Banyak ideologi atau
paham yamng melandasi gerakan ini. Ada yang bersifat fillah dan sabilillah.
Fillah adalah gerakan Islam yang berangkat dengan dakwah yang didasari oleh
ilmu. Sedangkan sabilillah adalah gerakan dengan sifat kearah peperangan. Semua
gerakan ini bertujuan sama akan tetapi gerakan ini harus melihat kapan waktu
yang tepat untuk menggunakan cara fillah dan fisabilillah.
Yang
terpenting dalam sebuah gerakan Islam adalah gerakan yang di dalamnya semua
Muslim bersatu hati dan pikirannya yang dilandasi dengan sikap wala wal bara.
Karena sebuah gerakan Islam tanpa barisan yang kuat akan mudah dihancurkan
dengan gerakan musuh Islam yang memiliki barisan yang rapi. Oleh karena itu
mari perlu adanya menyatukan pola pikir yang islami dan langkah dakwah Islam
yang sesuai dengan metode Rasulullah SAW.
Hadirnya
Islam merupakan bukti autentik sebuah revolusi yang selama berabad-abad telah
berperan sangat signifikan dalam panggung sejarah umat manusia. Tidak diragukan
lagi, Islam telah menjadi penanda perubahan, bukan hanya dalam bidang teologi,
tetapi juga di bidang sosial dan ekonomi. Sistem teologi Islam –dari sisi
normatifnya – telah membentuk sikap mental muslim yang senantiasa concern
terhadap persoalan-persoalan kemanusiaan dan keadilan, dan inilah modal utama
dalam membangun peradaban yang unggul dan utama.
Awal
abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik
balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang dapat
membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat
Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialkan ilmu-ilmu barat yang jauh
dari Al Qur’an dan hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain
itu juga mempersiapkan untuk lapisan birokrasi yang tidak mungkin pegang oleh
lagi oleh orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tidak seluruh
masyarakat melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu yang pemimpin-pemimpin
pergerakan adalah berasalkan dari golongan bangsawan.
Strategi
perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat organisasi
formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam merupakan
organisasi pergerakan nasional yang pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang
mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah
yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang bersifat masih bersifat
kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi
pergerakan Nasional pertama daripada Budi Utomo.
Awal
abad ke-20 ditandai lahirnya gerakan-gerakan Islam yang monumental. Gerakan
Islam tersebut telah mengukir tinta emas baik untuk kebangkitan Islam maupun
pergerakan perjuangan kemerdekaan di Indonesia, yang kemudian dikenal dengan
organisasi kemasyarakatan Islam.
Organisasi
kemasyarakatan Islam atau sering disebut Ormas Islam sungguh merupakan pilar
penting dan strategis di negeri tercinta ini. Lebih-lebih bagi Ormas Islam
tertua yang telah menyertai perjalanan sejarah bangsa ini. Sebutlah Sarekat
Islam, Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, dan lain-lain yang telah
berdiri jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Kiprah gerakan Islam tersebut
kendati berbeda orientasi dan aktivitasnya sangatlah nyata. dan secara
monumental telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan umat dan bangsa
tercinta ini.
Seperti
apa sejarah kelahiran gerakan Islam pada masa penjajahan Belanda dan
eksistensinya hingga saat ini ? Artikel selanjutnya mengupas tentang sejarah
kelahiran gerakan-gerakan Islam diantaranya Muhammadiyah, Al-Irsyad, Persis dan
NU.
- Masa pendudukan Jepang
Kemunduran
progersif yang dialami partai-partai Islam seakan mendapatkan dayanya kembali
setelah Jepang dating menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha
mengakomodasi dua kekuatan, Islam dan nasionalis “sekuler”, ketimbang pimpinan
tardisional (maksudnya raja dan bangsawan lama). Jepang berpendapat,
organisasi-organisasi Islamlah yang sebenarnya mempunya massa yang patuh dan
hanya dengan pendekatan agama, penduduk Indonesia ini dapat dimobilisasi. Oleh
karena itu kalau organisasi-organisasi non-keagamaan dibubarkan,
organisasi-organisasi besar Islam seperti Muhammadiyah, NU, dan kemudian
Persyariktan Ulama (Majalengka), juga Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang
kemudian di lanjutkan dengan Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi)
diperkenankan kembali meneruskan kegiatannya. Permohonan Masyumi juga diterima
pemerintah pendudukan Jepang untuk mendirikan barisan Hizbullah, se buah wadah
kemiliteran bagi para santri. Bahkan, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) juga
didominasi oleh golongan santri.
Bagi
golongan nasionalis dibentuk lembaga-lembaga baru, seperti Gerakan Tiga A
(Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia) yang hanya
berumur beberapa bulan sejak Mei 1942 dan Poesat Tenaga Rakjat (Poetra) yang
didirikan bulan Maret 1943. Usaha pembangunan Poetra baru dimulai pada bulan
April 1943. sebagai pemimpin tertingginya adalah Soekarno yang di Bantu oleh
Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H Mas Mansur. Mereka dikenal sebagai
empat serangkai pemimpin bangsa. Dari empat serangkai itu, tercermin bahwa
tokoh nasionalis secular lebih dominant dalam gerakan kebangsaan daripada
golongan Islam.
Jepang
kemudian menjajikan kemerdekaan Indonesia dengan mengeluarkan maklumat
Gunseikan no.23/29 April 1 945, tentang pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi
sebelumnya, yang kalangan islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang,
keanggotaan BPUPKI didominasi oleh golongan nasionalis “secular”, yang ketika
itu lazim disebut golongan kebangsaan. Di dalam badan inilah, Soekarno
mencetuskan ide Pancasilanya. Meskipun, di dalam rumusan Pancasila itu terdapat
prinsip ketuhanan, tetapi Negara pasa dasarnya dipisahkan dari agama.[5]
C. Organisasi Politik dan
Organisasi Sosial Islam Dalam Suasana Indonesia Merdeka
1. Masa Revolusi dan Demokrasi
Liberal
Moh.
Hatta dalam sidang PPKI setelah kemerdekaan berhasil dengan mudah menyakinkan
anggota bahwa hanya suatu konstitusi “sekular” yang mempunyai peluang untuk
diterima oleh mayoritas rakyat Indonesia. Tujuh kata dalam anak kalimat yang
tercantum dalam sila Pertama Pancasila dengan segala konsekuensinya dihapuskan
dari konstitusi.
Keputusan
tentang penghapusan tujuh kata-kata dari Piagam Jakarta itu sama sekali tidak
mengakhiri konflik ideologi yang telah berlangsung lama pada masa sebelum
kemerdekaan. Para nasonialis Islam harus menerima kenyataan itu, Karena mereka
menyadari bahwa masa revolusi bukanlah saat yang tepat untuk mendesak
terlaksananya cita-cita Islami mereka.
Dalam
masa-masa revolusi, konflik ideologi tidak begitu jelas, tetapi dapat dirasakan
dan disaksikan melalui pergantian-pergantian kabinet yang silih berganti. Dan
dari tiga kekuatan ideologi itu, muncullah tiga alternative dasar Negara :
Islam, Pancasila, dan Sosial Ekonomi. Tetapi, dalam perjalanan sidang-sidang
Konstituante itu, perdebatan ideologis mengenai dasar Negara terkristal menjadi
Islam dan Pancasila.
Usaha
partai-partai Islam untuk menegakkan Islam sebagai ideologi negara di dalam
konstituante mengalami jalan buntu. Demikian juga dengan Pancasila, yang oleh
umat Islam waktu itu, dipandang sebagai milik kaum “anti-Muslim”,
setidak-tidaknya di dalam konstituante. Memang, kesempatan untuk menyelesaikan
tugas konstituante masih terluang, namun pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit
Presiden 1959, konstituante dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku
kembali.
2. Masa Demokrasi Terpimpin
Di
masa Demokrasi Terpimpin ini, Soekarno kembali menyuarakan ide lamanya Nasakom,
suatu pemikiran yang ingin menyatukan nasionalis, “sekular”, Islam, dan komunis.
Akan tetapi, idenya itu dilaksanakan dengan caranya sendiri. Pancasila pun
ditafsirkan sesuai dengan pemikirannya. Masa ini, karena lebih didominasi oleh
PKI, memendam ketegangan antara Islam dan komunisme. Masa Demokrasi Terpimpin
itu berakhir dengan gagalnya Gerakan 30 September PKI Tahun 1965. Umat Islam
bersama ABRI dan golongan lainnya bekerjasama menumpas gerakan itu.
3. Masa Orde Baru
Setelah
Orde Lama hancur, kepemimpinan Indonesia berada di tangan Orde Baru. Tumbangnya
Orde Lama memberikan harapan-harapan baru kepada kaum Muslimin. Namun,
kekecewaan pun muncul dalam diri umat Islam. Mereka merasa, meskipun komunis
telah tumbang, kenyataan berkembang tidak seperti yang diharapkan. Rehabilitasi
Masyumi, partai Islam berpengaruh yang dibubarkan Soekarno, tidak
diperkenankan. Bahkan, tokoh-tokohnya juga tidak diizinkan aktif dalam Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi) yang didirikan kemudian.
Orde
Baru memang sejak semula mencanangkan pembaruan sistem politik. Pada tanggal 26
November 1966, ditetapkan RUU kepartaian, RUU pemilu, dan RUU Susunan MPR, DPR,
dan DPRD. Yang kedua dan ketiga ditetapkan 22 November 1969. Pada 9 Maret 1970,
fraksi-fraksi parpol di DPR dikelompokkan. Pada tanggal 5 Februari 1973, Parpol
difusikan ke dalam PPP dan PDI . Pada 14 Agustus 1975 RUU kepartaian
dipisahkan. Penataan kehidupan kepartaian berikutnya adalah penetapan asas
tunggal, Pancasila, untuk semua Parpol, tidak ada lagi ideologi Islam, jadi
tidak ada lagi partai Islam.[6]
4. Kebangkitan Islam di Masa Orde
Baru
Sejak
dekade 1970-an, banyak bermunculan intelektual muda Muslim, melontarkan ide-ide
segar untuk masa depan umat. Kebanyakan mereka adalah intelektual Muslim
berpendidikan “umum” dan merupakan buah dari kegiatan-kegiatan
organisasi-organisasi mahasiswa Islam seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah
(IMM).
Disamping
itu pula, Departemen Agama yang dibentuk sebagai konsesi bagi umat Islam juga
banyak dalam membentuk dan mendorong kebangkitan Islam tersebut. Empat belas
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) induk dengan sekian banyak cabangnya sangat
berjasa menyiapkan guru-guru agama, pendakwah dan mubalig dalam kuantitas
besar. Demikian juga dengan kebijaksanaan pemerintah mendirikan Majelis Ulama
Indonesia (MUI).
Dengan
asas tunggal, memang wadah politik umat Islam hilang. Islam nampaknya menarik
diri dari dunia politik. Namun, dengan pembaharuan politik bangsa ini, umat
Islam terlepas dari ikatan yang sempit menuju dunia yang lebih luas. Perjuangan
kultural adalah lahan yang sangat luas dibandingkan dengan dunia politik saja,
aspek ini merupakan pusat perhatian umat Islam di masa lalu.
Pada waktu proklamasi
tanggal 17 Agustus 1945, Piagam Jakarta sama sekali tidak digunakan.
Soekarno-Hatta justru membuat teks proklamasi yang lebih singkat, karena
ditulis secara tergesa-gesa. Perlu diketahui, menjelang kemerdekaan, setelah
Jepang tidak dapat menghindari kekalahan dari tentara sekutu, BPUPKI ditingkat
menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Berbeda dengan BPUPKI
yang khusus untuk pulau Jawa, PPKI merupakan perwakilan dareah seluruh kepualan
di Indonesia. Perubahana itu menyebabkan banyak anggota BPUPKI yang tidak
muncul lagi, termasuk beberapa orang anggota Panitia Sembilan. Persentase
Nasionalis Islam pun merosot tajam.
Islam mulai memasuki
wilayah politik indonesia sejak pertama kali negara indonesia mengadakan
pemilihan umum (pemilu). Dengan cara membuat suatu wadah, yaitu mendirikan
partai politik. Pada waktu itu partai yang berasaskan islam yaitu ada dua
pertama, Partai Masyumi dan Partai NU. Melalui wadah ini umat islam memainkan
perannya sebagai seorang politikus yang ingin menanamkan nilai-nilai islam.
Pada waktu itu partai
yang berasaskan islam yaitu ada dua pertama, Partai Dalam tesis Harun Nasution
yang berjudul The Islamic State in Indonesia. Rise of the Ideology, the
Movement for its Creation and the Theory of the Masjumi, beliau mengemukakan
bahwa ada perbedaan besar antara NU dan Masyumi. Kaum modernis di dalam Masyumi
pada umumnya mereka hendak membangun suatu masyarakat muslim dan mengharapkan
suatu negara islam.Sedangkan kelompok yang diwakili NU lebih memperjuangkan
suatu Negara sebagai langkah pertama dan melalui negara ini mereka hendak
mewujudkan suatu masyarakat islam .
Setelah jatuhnya orde
lama dan berganti orde baru, peran politik islam dalam negara Indonesia
cenderung mengalami kemunduran. Selama kekuasaan orde baru hanya ada tiga
partai yang diakui dan boleh ikut dalam pemilu. Dan partai yang berasas islam
pada waktu itu adalah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Adanya usaha represif
yang dilakukan oleh rezim orde baru, yang berkuasa selama 32 tahun, rupanya
menimbulkan kekecewaan pada banyak pihak. Puncak dari kemarahan tersebut adalah
demonstrasi mahasiswa,demonstrasi tersebut membuat semakin memudarnya
legitimasi politik rezim orde baru, sehingga pada anggal 21 Mei 1998 presiden
Soeharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.
Babak baru dalam dunia
perpolitikan di Indonesia dimulai. Pada pemilu yang dilangsungkan tahun 1999,
organisasi islam banyak mendirikan partai politik yang berasaskan islam dan
atau berbasis umat islam. Diantaranya: PPP, PAN, PKB, dll.
Pada masa itu
simbol-simbol agama sangat mewarnai kancah perpolitikan indonesia. Hasil dari
pemilu tersebut membawa Abdurrahman Wahid menjadi presiden RI ke-4. Sejak
pemilu tahun 1999 sampai dengan sekarang, umat islam mulai kebingungan akan
pilihan yang harus ia pegang. Sebab, semuanya mengaku bernafas islam dan
mementingkan hak rakyat. Dalam tubuh partai politik-pun banyak mengalami
perebutan kepemimpinan dan atau pecah menjadi beberapa partai. Perubahan
setting politik pasca-Orde Baru tanpa diduga memberi ruang bagi berkembangnya
wacana penegakkan syariat islam di indonesia. Seperti yang telah dilakukan oleh
Aceh, dan beberapa daerah yang menginginkan penggunaan syariat islam.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam masuk di Indonesia
pada abad ke-7 M dengan berimannya orang perorang. Saat itu sudah ada jalur
pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah
di Asia Barat sejak abad ke-7.Kerajaan- kerajaan Islam yang ada di Indonesia
adalah :
- Sumatera
: Kerajaan Samudera Pasai, kerajaan Malaka, dan kerajaan Aceh.
- Jawa : Kerajaan Demak, kerajaan
Pajang, kerajaan Mataram, kerajaan Banten, dan kerajaan Cirebon.
- Kalimantan : Kerajaan Banjar
dan kerajaan Kutai.
- Sulawesi : Kerajaan
Gowa-Tallo, kerajaan Bone, kerajaan Wajo, kerajaan Soppeng, dan kerajaan Luwu.
Pada zaman modern
kebangkitan Islam semakin berkembang di Indonesia membentuk
organisasi-organisasi sosial keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI),
Muhammadiyah, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Tarbiyah
Islamiyah (Perti), dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam (SI),
Persatuan Muslimin Indonesia (Permi), dan Partai Islam Indonesia (PII).
Organisasi-organisasi sosial keagamaan Islam dan organisasi-organisasi yang
didirikan kaum terpelajar baru, menandakan tumbuhnya benih-benih nasionalisme
dalam pengertian modern.
Peradaban-peradaban Islam sebelum
kemerdekaan adalah birokrasi keagamaan, ulama dan ilmu-ilmu pengetahuan, dan
arsitek bangunan. Sedangkan peradaban Islam setelah kemerdekaan adalah
Departemen Agama, Pendidikan, hukum Islam, haji, dan Majelis Ulama Indonesia
(MUI).
DAFTAR PUSTAKA
Badri
Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2008.
Delier Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1980.
Drs. Khaerul Wahidin dan Drs. Taqiyuddin, Sejarah
Pendidikan Islam Umum & Indonesia, Cirebon: Biro penerbit Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon. 1996.
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
R. Hrair Dekmejian, Islam in Revolution, Syracuse,
New York: Syracuse University Press, 1985
[1] Drs. Khaerul Wahidin
dan Drs. Taqiyuddin, Sejarah Pendidikan Islam Umum & Indonesia,
(Cirebon: Biro penerbit Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati Cirebon.
1996), h. 2
[2]Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 1-25.
[3]R. Hrair Dekmejian, Islam
in Revolution, (Syracuse, New York: Syracuse University Press, 1985). H.
18.
[4]Delier Noer, Gerakan
Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980). H. 35.
[5] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 263-265.